Perang Rusia-Ukraina Bikin Kacau Stock Market Amerika, Begini Tips Amankan Saham di Tengah Konflik
Invasi Rusia ke Ukraina yang terjadi pada Februari 2022 masih menimbulkan berbagai dampak berskala global. Di Amerika Serikat, misalnya, Wall Street yang dikenal sebagai US stock market mengalami kemerosotan yang mengkhawatirkan para investor. Belum lagi kenaikan harga komoditas yang memicu meroketnya harga kebutuhan seperti minyak goreng di Indonesia.
Melihat konflik Rusia-Ukraina yang terus bergejolak, investor tentu harus semakin waspada dan mengantisipasi berbagai kemungkinan tak menentu. Lalu, seperti apa langkah yang sebaiknya diambil untuk mencegah kerugian besar saat menjalankan investasi saham?
Kacaunya stock market Amerika
Pada awal Maret 2022, Wall Street sempat ditutup dalam posisi merah. Pelemahan tersebut berhubungan dengan kondisi geopolitik yang sedang berkecamuk di Rusia dan Ukraina yang terus memicu naiknya harga sejumlah komoditas.
Disitat CNBC, S&P 500 menghadapi pelemahan terdalam sejak Oktober dengan penurunan mencapai 0,72% atau 4.170,67. Kemudian, Dow Jones Industrial Average ikut merosot sebanyak 184,74 poin menjadi 32.632,64 dan Nasdaq Composite turun nyaris 0,3% atau 12.795,55.
Selain kondisi saham yang mencemaskan, para investor dihadapkan pelonjakan harga komoditas dan melambatnya pertumbuhan ekonomi dari konflik Rusia-Ukraina. Selain minyak, gas alam, bensin, serta logam mulia seperti paladium dan nikel memperparah inflasi akibat harganya yang terus naik.
Chris Senyek, kepala strategi investasi Wolfe Research, mengungkapkan, selain lonjakan harga komoditas dan inflasi, prospek Fed yang tak pasti turut memicu ketakutan resesi yang meningkat cepat dengan pasar ekuitas yang menjual tajam. Untuk itu, investor yang masih ingin bertransaksi di bursa saham Amerika perlu berjaga-jaga dan mengambil strategi yang tepat untuk meminimalisasi risiko lebih besar di kemudian hari.
Kiat berinvestasi saham di tengah konflik
Di tengah kacaunya bursa saham global, sebenarnya ada celah-celah yang dapat dimanfaatkan investor apabila mereka dapat melihatnya dengan jeli. Reza Fahmi, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management, menyarankan para investor untuk memanfaatkan momen dengan melakukan diversifikasi dana pada instrumen investasi. Misalnya menyimpan 20% di reksadana berbasis pasar uang, lalu sisanya dipakai untuk dollar cost averaging.
Kemudian, Wawan Hendrayana selaku Head of Investment Research Infovesta Utama menambahkan, investor juga bisa memperbanyak porsi di keranjang saham mereka. Sebagai rekomendasi, 40% portofolio di instrumen berbasis, 40% di instrumen obligasi, dan sisanya 20% di instrumen berbasis pasir uang.
Selain saham, aset kripto juga dapat dimanfaatkan sebagai instrumen
investasi alternatif. Meski beberapa mata uang kripto seperti Bitcoin dan
Ethereum sempat melemah, kondisinya dinilai dapat cepat membaik. Jadi, investor
yang selama ini mengandalkan stock market
Amerika dapat beralih sementara. Tujuannya adalah menjaga dana saham dan tetap
menghasilkan profit di tengah konflik Rusia-Ukraina.